Masuknya Islam ke Pulau Lombok
Islam masuk ke Pulau Lombok sekitar abad ke-16 melalui hubungan dagang dan pengaruh kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, seperti Kerajaan Demak dan Giri. Sebagai pusat perdagangan, Lombok menjadi titik persinggahan strategis bagi para pedagang dari Jawa, Sumatera, dan bahkan wilayah Timur Tengah. Proses Islamisasi ini tidak hanya dibawa oleh pedagang, tetapi juga melalui peran para ulama yang dikenal sebagai wali. Salah satu tokoh penting dalam penyebaran Islam di Lombok adalah Sunan Giri, yang mengirim para mubalig ke pulau ini.
Penyebaran Islam di Lombok berlangsung secara damai, menyatu dengan tradisi dan budaya lokal masyarakat Sasak. Islam tidak menggantikan adat, melainkan melengkapinya sehingga tercipta harmoni antara kepercayaan baru dan tradisi lama. Hal ini terlihat dalam praktik keagamaan masyarakat Sasak yang disebut “Wetu Telu,” sebuah perpaduan antara Islam, Hindu-Buddha, dan animisme. Wetu Telu banyak berkembang di daerah pedesaan, meskipun kini mulai tergantikan oleh Islam Waktu Lima (praktik Islam yang lebih sesuai syariat).
Kerajaan Selaparang menjadi pusat penyebaran Islam di Lombok. Sebagai kerajaan Islam pertama di pulau ini, Selaparang berperan penting dalam mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke dalam sistem pemerintahan dan kehidupan sosial masyarakat. Masjid-masjid tua seperti Masjid Bayan Beleq di Lombok Utara menjadi saksi sejarah masuknya Islam. Masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga simbol awal mula penyebaran Islam di wilayah tersebut.
Proses Islamisasi Lombok juga dipengaruhi oleh kedatangan ulama dari Makassar dan Jawa yang memperdalam pemahaman masyarakat tentang Islam. Para ulama ini mengajarkan Al-Qur’an, fikih, dan tasawuf, serta memperkenalkan tradisi keagamaan seperti Maulid Nabi dan zikir bersama. Peran para ulama sangat dihormati hingga kini, dan banyak makam mereka menjadi tempat ziarah, seperti Makam TGH. Abdul Hamid di Praya.
Masuknya Islam membawa perubahan besar dalam kehidupan masyarakat Lombok, termasuk dalam seni, adat, dan sistem sosial. Tradisi seperti peresean, gendang beleq, dan upacara adat pernikahan Sasak kini sering dilengkapi dengan doa dan nilai-nilai Islam. Bahkan, tempat-tempat seperti Pura Lingsar mencerminkan harmoni antara budaya Hindu dan Islam di Lombok, menjadikannya simbol toleransi.
Islam kini menjadi identitas utama masyarakat Lombok, terutama masyarakat Sasak. Proses Islamisasi yang damai dan berintegrasi dengan adat lokal menjadikan Lombok unik dalam cara memadukan agama dan tradisi. Sejarah ini tidak hanya mengajarkan pentingnya toleransi, tetapi juga membuktikan bahwa agama dapat menjadi kekuatan pemersatu dalam keragaman budaya. Bagi wisatawan, menelusuri jejak Islam di Lombok adalah pengalaman mendalam untuk memahami sejarah dan kehidupan masyarakat setempat.